10 Desember 2009

Logika Si Bintang Kelas Dan Obat Jerawat

Gadis yang tak gadis lagi menyimpan kebisuan tak terkira. Si juara kelas sejak SD hingga kini menjelang ujian nasional SMA, tak mau bicara dan hanya sesekali tersenyum menyimpan malu bila terpaksa disapa tetangga. Dia berjanji di dalam hatinya, malam nanti bila ibu pulang, dia akan bercerita tentang sesuatu yang membuat dia sudah tidak bisa ke sekolah lagi. Namun saat ibu datang, tak pernah terlaksana apa yang ada dalam hatinya. Dia pura-pura membaca di kamarnya, tak ada keberanian menceritakannya.

Ibu selalu pulang sebelum jam 8 malam sehabis membantu bapak di depot. Usaha keluarga yang dirintis bapak ibu enam tahun lalu, sebelum si gadis didaftarkan pada sebuah sekolah SMP ter-favourit. Usaha rumah makan inilah yang diharapkan bapak ibu agar Si Gadis dan dua adik lelakinya dapat melanjutkan sekolah.

Hasilnya tidak mengecewakan karena si gadis adalah si bintang kelas, cantik dengan kerudung putih. Berangkat sekolah menggunakan angkutan umum, bayar tarif pelajar pulang pergi. Si gadis mendapat beasiswa prestasi di sekolahnya , selalu peringkat satu di kelasnya. Sebagian teman tidak menyukainya. Karena apa? Karena dia si bintang kelas, si juara kelas. Guru-guru di sekolahnya sering salah memperlakukan siswa. Guru-guru memujinya, meminta teman-teman lain menirunya. Guru sering memanggilnya ke ruang guru seperti memanggil anak kesayangannya , seolah yang lain hanyalah pelengkap penderita di kelas. Dia mewakili sekolah dalam lomba-lomba. Selalu dia, sepertinya tak ada anak lain di kelas itu. Si Gadis bernama Sundari, tapi teman-temannya memanggil Wuwun.

Kebanggaan pada Si Bintang Kelas adalah harapan orang tua bahwa kelak Si Gadis akan menjadi guru negeri dan akan membantu kedua adiknya mencapai sekolah tinggi. Walau harapan itu tak pernah disampaikan secara langsung padanya, namun beberapa tetangga pernah meyampaikan hal seperti itu.

Konflik terjadi dan berawal dari sini: pada suatu hari, di bulan hujan, sebuah kejadian aneh menghacurkan semua cita-cita yang pernah ada. Saat Wuwun ingin membeli bakso pentol besar di depan sekolah, dia berkenalan degan seorang pria bernama Parman, seorang sales yang menggunakan kaos iklan obat anti jerawat. Kaos laki-laki ini tidak begitu bagus, berwarna putih berbahan polyster. Kaos iklan dengan bahan murahan tapi membawa beberapa pesan tentang yang ditakutkan anak perawan: Jerawat.

Jerawat sering kali menjadi ancaman yang menakutkan bagi gadis-gadis belia. Mereka tahu, ketika jerawat tumbuh satu maka puluhan jerawat akan berserekan di wajah. Besar kecil seperti bisul dan seringkali dianggap sebagai petaka bagi seorang anak gadis. Begitu pula yang dirasakan Wuwun saat itu. Lebih parah lagi, sering juga ditafsirkan oleh bayak orang dewasa bahwa anak yang berjerawat pastilah anak yang menyimpan nafsu birahi yang tinggi. Yang terakhir nampak lebih kejam karena anak gadis akan berperilaku seperti menyimpan aib.

Setidaknya hal itulah juga yang ada dalam pikiran Wuwun hingga dia harus memandangi atau mencuri pandang untuk membaca beberapa teks yang ada di kaos sang sales. Parman sendiri tidak menyadari bahwa kaosnya membawa semacam info penting karena dia sendiri bukan sales obat jerawat melainkan dia bekerja memasarkan papan gypsum. Pula Parman tidak menyadari bahwa Wuwun hanya ingin melihat petunjuk disana.

Parman menyapa ramah, lembut dan tegas, “kenapa liat-liat sayang?” sang gadis tidak ingat lagi apa yang ia baca tentang obat jerawat , tetapi suara itu begitu menggetarkannya. Suara laki-laki mengatakan sayang kepadanya.

Dan suatu malam ada dusta antara si gadis dan orang tuanya. Dia berpamitan tidur di rumah kawan sekelasnya karena bayaknya tugas sekolah. Orang tuanya tidak menganggap dusta. Karena selain keterbatasan pengetahuan tentang siapa temannya, orang tua juga menganggap bahwa sebagai bintang kelas tentunya dia harus mengerjakan banyak tugas sekolah. Sesungguhnya itu nyata-nyata bohong sebab yang benar adalah Parman mengajaknya nonton konser dangdut di Stadion Glori.

Konsernya tidak dimulai terlalu malam. Tetapi pertunjukan orkes dangdut selalu tidak langsung menampilkan sang bintang hingga akhirnya pertunjukkan harus berakhir tengah malam. Wuwun baru menyadari ketika Parman dan dia menunggu ratusan sepeda motor untuk bisa keluar dari areal parkir. Udara begitu dingin dan dia melihat jam tangan digitalnya.

00.14.

Bingung.

Ada dalam fikirannya, dia akan meminta Parman mengantarkan ke rumah Laila teman sekolahnya, tetapi apa mungkin dia berani mengetuk pintu rumah tengah malam dan bersama laki-laki. Tidak bisa. Tidak mungkin.
Dan gelap itu semakin dingin. Tangan mereka saling mencari kehangatan. Kemudian mereka mencari penginapan. Si Bintang Kelas, Wuwun Si Juara Kelas, tak lagi ada di kelas. Guru-gurunya tidak percaya.