6 September 2010

Guruku Sang Pengemis (bagian 2)

Nuansa kesalnya PGRI terhadap FKGB nampak sekali terlihat dalam acara hearing ini. Beberapa Pegurus PGRI, seringkali menginterupsi saat FKGB memberikan opini yang kurang sedap di dengar PGRI. FKGB  menyatakan bahwa PGRI selalu lambat dalam meyuarakan aspirasi guru, pengurus PGRI kabupaten tidak tahu permasalahan guru di tingkat bawah dan PGRI hanya tertarik mengurusi kepengurusan organisasi daripada mendengarkan dan mencari solusi permasalahan guru.

Tentunya, PGRI tidak terima dengan apa yang disampaikan FKGB. Apa yang terjadi? Ribut. Kemudian dewan mengetuk microphone beberapa kali. Duk .. duk.... duk.... duk... duk... duk... bughh...  “tolong jangan bertengkar disini, bapak ibu ini kan, semua guru.” PGRI tidak terima pernyataan FKGB karena PGRI telah merasa memperjuangkan mati-matian untuk kesejahteraan guru dan kepentingan tunjangan profesi ini.

 Dalam hal ini PGRI telah:
1. Mengirimkan surat kepada Bupati Jember tertanggal, 06 agustus 2010, perrihal pembayaran tunjangan profesi dan dana tambahan penghasilan dengan memberikan tekanan agar cara pembayarannya dapat mendahului Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan memohon disegerakan agar para Pendidik dan Tenaga Kependidikan tidak melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan. (Tidak ada penjelasan yang kongkrit mengenai yang terakhir “agar para Pendidik dan Tenaga Kependidikan tidak melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan.” Dugaan saya, mungkin mongok mengajar, demo dsb.)

2. Mengirimkan surat kepada Bupati Jember tertanggal, 06 Agustus 2010, perihal Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Saya kutip alinea kedua surat tersebut: PGRI sangat berharap agar Pemerintah Daerah memberikan kembali THR kepada para Pendidik dan Tenaga Kependidikan selaku Pegawai Daerah. Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah mewajibkan kepada perusahaan untuk memberi THR kepada karyawannya, bahkan bagi perusahaan yang tidak mbembayar THR kepada karyawannya sanksinya ada dua yaitu pidana dan administrasi. (Bagian terakhir alinea iini,  barangkali bermaksud, ”kalo yang mewajibkan THR, tidak membayar THR, kan lucu, kan aneh, kan nggak fair, kan.... ”)

Tanggapan pengurus FKGB, “ ah kami sudah tahu karakter organisasi ini. 25 tahun saya menjadi ketua ranting PGRI, saya paham sekali.”

Tanggapan Bupati Jember (dalam hal ini PLT. Bupati Jember karena Bupati Jember belum di lantik setelah pemilu kada) dalam surat tertanggal 24 agustus 2010 menyatakan:

1. Dana Tambahan Penghasilan Guru dan Tunjangan Profesi Guru Tahun Anggaran 2010 merupakan bagian dari pendapatan daerah ( transfer dana dari pemerintah pusat/APBN harus dianggarkan dalam APBD. Sehubungan pada APBD tahunn anggaran 2010 (awal) belum  teranggarkan, maka dana tersebut akan dibahas terlebih dahulu dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010.

2. Aspirasi dan harapan dari para anggota PGRI memngenai pemberian THR, kami perhatikan dan sebagaimana tahun lalu kami berikan THR.

PGRI dan FKGB: cairkan sebelum hari raya!, seperti kabupaten kota lainnya!, cairkan! (Banyuwangi, Surabaya, Nganjuk, Lamongan), cairkan atau terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan  seperti kabupaten kota lainnya (demo guru yang di ikuti ancaman mogok mengajar, di Jakarta (21/06/2010), Surabaya (06/08/2010), Jombang (18/08/2010), Jepara (24/10/2010), Rejang Lebong (27/01/2010), Labuhan Batu (18/08 2010), Banyuwang, Tegal, Ngawi, Bandung, Garut, Palangka Raya, Medan, Aceh Selatan, dll..

Komisi D menanggapi, “kami sangat mengerti dan memahami kebutuhan bapak ibu guru, karena kami juga mantan guru-guru. Nasib bapak ibu memang sangat menyedihkan dan patut diperjuangkan. Oleh karena itu, kami akan segera memanggil kepala dinas pendidikan untuk klarifikasi. Kalau dealock, demo saja, kita dukung, ini empati untuk guru semua, turun saja ke jalan,”

Riyadi ariyanto, saya sendiri, menulis di buku catatan dengan cepat, “ya Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Iedul fitri sebentar lagi, bisakah ditunda sampai terjadi Perubahan APBD, sejahterakanlah kami!”

(bersambung)