7 Februari 2011

Prosesnya

Kedua matanya bengkak. Dia menangis di becak dalam perjalanan pulang ke rumah dari sekolah.

Setelah mengucapkan salam dan menjulurkan tangan ke ibu di teras rumah,  dia masuk kamar dan melempar tasnya tinggi-tinggi hingga ke atas lemari. Tidak keluar dari kamar untuk beberapa saat, kemudian ibu bertanya, "ada apa, nak?” Tetapi tidak ada jawaban.

Ada masalah di sekolah. Demikian di fikiran ibu setelah mencoba beberapa pertanyaan tapi tetap tak ada jawaban dari anaknya. Kemudian, ibu dengan tidak sengaja melihat tali tas bergelantung, menyembul dari atas lemari. Ibu memeriksa pekerjaan sekolahnya. Dan ibu melihat gambar lucu tapi tidak tampak senyum sedikitpun di wajahnya. ibu menemukan ini di buku matematika anaknya:



Ibu keluar kamar, anaknya mengikuti.  “Ibu jangan menelepon pak guru, jangan bu, jangan.... Ibu marahin aku saja... marahin aku saja bu, tapi jangan menelepon pak guru. jangan bu jangan bu...”.

Ibu mengambil buku catatan, buku bersampul tebal berwarna merah yang penuh dengan catatan belanjaan.  saya mengintip coretannya:

Pada saat kita mengajarkan satu kemampuan atau kompetensi kepada siswa, seringkali rencana pembelajaran kita hanya fokus kepada ‘hasil’ atau tujuan, seringkali mengabaikan proses yang berhasil dicapai oleh siswa. Pada soal itu, tentu tidak bisa membenarkan hasil penjumlahan itu. Ada satu kesalahan. Tetapi ada dua kebenaran yang tidak dihargai sama sekali.  4+9=13. Benar. 7+2=9. Benar.

Semoga menginspirasi.

Jember, 5 Februari 2011
sepulang ta'siah dari rumah Pak Usman, Sukorejo.

1 Februari 2011

Yang Terlupa (3-habis)

bagian tiga: Menghargai (menilai) Sekolah

Bagamana pandangan siswa terhadap sekolah, terhadap mata pelajaran yang diikutinya? apakah siswa datang ke sekolah secara sukarela?, apakah siswa belajar karena takut kepada orang tua atau guru?, apakah siswa merasakan sekolah itu bermanfaat? atau mereka berfikir sekolah tidak lebih penting dari hanya sekedar mendapati ijazah? atau mereka sedang mengikuti mata pelajaran yang tidak tahu tujuannya apa? Apakah mereka percaya bahwa dengan belajar di sekolah akan mencapai hidup yang lebih baik?  atau mereka memang tidak pernah di beri tahu, mengapa  harus belajar bab ini bab itu.

“Apa pentingnya belajar bahasa inggris, toh saya tidak akan pernah ke luar negeri, naik angkot saja saya mabuk.”

“Ngapain mesti belajar fisika, biologi, geografi.”

“Untuk apa belajar sejarah, padahal yang kita perlu adalah masa depan.”

“saya tidak tertarik samasekali belajar matematika rumit, karena paling yang betul-betul di pake hanya, menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Dan itu semua gampang buanget, dengan kalkulator.”

“banyak orang diluar sana, tidak sekolah hidupnya sukses. Punya mobil, punya rumah, punya toko, punya blackberry.”

“Banyak sarjana ya nganggur tu pak.”

“Ada temanku, waktu di sekolah katanya selalu rangking satu, sekarang malah jadi babu.”

“ Di TV aku liat orang-orang pinter bu, eh malah pinter ngapusi rakyat, malah di dipenjara.”

Hal-hal tersebut  di atas tentu sangat menggelitik saya dan kawan-kawan sebagai guru. Semua itu membuat kita berfikir, apakah benar yang kita berikan itu adalah sesuatu yang memang mereka butuhkan. Kalau memang iya, apakah kita pernah bertanya kepada mereka, apakah kita pernah menyampaikan hubungan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya. Apakah kita memberikan sesuatu yang mereka harapkan, sesuatu yang berhubungan dengan hidupnya saat ini dan kelak. atau memang masa bodoh saja dengan semua itu.

Saya berdiskusi dengan kawan-kawan di komunitas, seringkali sampai larut malam.  Beberapa hal di bawah ini, mudah-mudahan menginspirasi pembaca catatan ini.
  • Temukan hubungan atau relevansi antara mata pelajaran yang anda ajarkan dengan mata pelajaran lain. Berdikusilah dengan kawan-kawan guru, kepala sekolah dalam satu sekolah atau kawan guru di sekolah lain.  Siswa akan senang mengalami keterkaitan itu. Geografi dengan biologi, berinteraksinya dengan sejarah, dengan bahasa (literasi), presentasikan dengan bahasa inggris dll.
  • Sampaikan kepada siswa hubungan bab ini dengan bab-bab berikutnya. Siswa akan lebih tertarik bila mendapat penjelasan sebelumnya. Mungkin diawal semester, guru dapat membuat mapping (peta) perjalanan mereka selama satu semester atau setahun. Tempel di dalam kelas. Buat semenarik mungkin. Ilustrasikan seperti peta perjalanan mencari harta karun.
  • Sampaikan hubungan bab yang di ajarkan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Mungkin berkaitan dengan hobi siswa, mungkin berkaitan dengan keadaan di rumah siswa,  pekerjaan orang tua mereka dll.
  • Sampaikan hubungan antara yang sedang mereka pelajari sekarang dengan kehidupan mereka di masa depan. Misalkan dengan mata kuliah di universitas, dengan lapangan pekerjaan yang akan mereka dapatkan nanti, hubungan sosial yang akan mereka hadapi, kerja sama tim dll.
  • Sampaikan bahwa beragamnya mata pelajaran disekolah di sebabkan karena pilihan siswa begitu banyak untuk di tekun di  SMA, SMK, Politeknik  dan Universitas. Tidak ada satupun yang sia-sia. Guru harus menyampaikan itu dan buktikan dengan memberikan diskripsi yang akurat. Berdiskusi dengan praktisi di luar sekolah, pekerja lapangan, aktivis sosial, penulis buku, pakar lingkungan, orang-orang di universitas dll. Bila perlu undang mereka ke dalam kelas. Salah satu orang tua siswa mungkin secara bergantian dapat menjadi speaker di dalam kelas. Orang tua dapat bercerita pengalamannya, dapat mendemonstrasikan keterampilan unik yang dimilki.  Tidak harus orang hebat versi guru, tukang servis radio dan arloji, tukang taman, petani bawang, pegawai kecamatan bisa memberi kisah-kisah keterampilan yang inspiratif.

Semoga menginspirasi.

Kalibaru banyuwangi, 01 februari 2011
pagi-pagi sekali sebelum di SMK Negeri 1 Jember