8 April 2013

100 Madura

Ini bukan baik buruk Madura. Ini bukan soal identitas Madura, agama, suku apalagi sebuah 'takdir' Madura. Sebagaian mungkin sudah tinggal cerita atau menguat disisi lain. Ini soal kita bisa belajar dari apa yang terjadi, kearifan, kekayaan lokal Indonesia. Melalui ini, saya berharap kita menjadi tahu atau ingin mengetahui lebih jauh siapa Madura, apa Madura dan mungkin kita bisa belajar tentang siapa dirikita

01. Tujuan hidup orang Madura adalah "dhadhi oreng' atau menjadi manusia sesungguhnya. Dahulu yang di maksud adalah menjadi kyai, pimpinan atau haji. sekarang telah bergeser pada keberhasilan materi dan kemudian haji.

02. Orang Madura yang sudah "daddhi oreng" harus sanggup menaungi dan membantu orang yang tak mampu/miskin/lemah. tercermin dalam ungkapan terkenalnya: rampa' naong beringin korong.

03. Orang Madura sangat menjunjung tinggi hal adab sopan santun, ramah tamah, kaya tak kikir.
tercermin dari ungkapan terkenal: mon soghi pasogha', mon kerras pa kerres, mon bhagus pabheghes.

04. Kesopanan adalah hal utama di Madura. Anak atau sesorang yang tidak tau sopan santun biasanya di ungkapkan dengan seperti ini: tak tao bethonah langger.

05. Tata krama sangat dijungjung tinggi: pa tao jhalan, pa tao neng-eneng, pa tao acaca, yang artinya kurang lebih gini: ketahuilah jalan yang benar, ketahuilah kapan kau harus diam, ketahuilah kapan kau harus bicara.

06. Seseorang atau anak madura mendapat ajaran " aeng dalam genthong" dari orang tuanya. Maksudnya adalah, seseorang harus bisa menjaga atau menghormati adat isitiadat/nilai-nilai lokal yang berlaku dan tidak melanggarnya supaya tidak mencemarkan nama keluarga.

07. Ungkapan terkenal juga di Madura: mong oreng reya benni bhagusse, tape tatakramana, ma' cellep ka ate'. sanadjan baghus tape tatakramana jube'. maksudnya, bukan rupa, ganteng atau cantik, tapi yang utama adalah tata krama membuat dingin hati.

08. Jika tuan rumah tidak ada dan yang ada dirumah adalah wanita maka tamu lelaki harus pulang. Jika yang ada di rumah adalah lelaki dan menawarkan tamunya untuk menunggu, sang tamu dibenarkan untuk menunggu.

09. Orang Madura harus mengembalikan setiap kebaikan dari siapapun, apalagi dai orang tua mereka. Mereka menyebutnya 'mabali dada' artinya mengembalikan atau membalas kebaikan.

10. Urutan pengabdian dalam masyarakat Madura adalah seperti ini: bappa' - bhabhu' - guru - rato. (bapak ibu - guru termasuk kyai - pemerintah).

11. Orang mengucapkan salam 'pangapora' atau 'sapora' saat bertamu (Madura bagian timur), 'ghelenon' (Madura bagian barat) kadang 'assallamualaikum'.

 12. Saling membantu dan hidup rukun adalah juga hal utama. Ungkapan terkenalnya adalah: namen maghi tombu sokon, tabing kerrep bannya' karanah. Pompong je' kerrep parokon ma' salamet. (selama masih hidup, tolong menolonglah, saling membantu dan hidup rukun, agar selamat hidupnya)

13. Orang Madura sangat menghormati perempuan. Dahulu (sebagian daerah masih berlaku sampai sekarang), tamu lelaki di temui di 'langgar' atau di teras rumah, sedang yang perempuan diterima masuk kedalam rumah.

 14. Tamu lelaki harus di temui lelaki, wanita oleh wanita. Tidak pantas wanita menerima tamu lelaki atau lelaki menerima tamu wanita

15. Sebelum mengenal kursi, bertamu tidak duduk di kursi, mereka bersila di lantai, di atas tikar atau 'payan'. Cara bersila mengikuti aturan seperti ini : letakkan tangan kanan terlebih dahulu, kemudian lipat kaki kanan dan kemudian kaki kiri.

 16. Orang Madura memberikan penghormatan luar biasa kepada tamu, memberikan makanan/suguhan terbaik yang seringkali lebih mahal dari makanan mereka sehari-hari walau mereka mengatakan 'nyek-onyek ghunong' yang berarti seadanya saja.

17. Tamu jauh selalu ditawari menginap. Selama tiga hari, tamu akan dihormati sebagai tamu, bila lebih dari itu akan dianggap keluarga sendiri.

18. Landasan interaksi sosial orang Madura adalah kerjasama. Dalam istilah mereka 'song osong lombhung song-osong kandhang atau sokoraba.

19. Berjalan membusungkan dada atau menegakkan kepala dianggap sombong. Orang Madura mengatakan: mon adjalan ja' adanga ma' le ta' tatanding mon bada bato. Mon bada mattowa nondhuk ja' ngar-salengaran, ma' le ta' e kocae oreng, yang artinya bila berjalan menunduklah agar tak tersadung bila ada batu, menunduklah di depan mertua jangan pakai tampang seram biar tidak jadi pembicaraan orang.

20. Adalah tabu terdengar bunyi atau bau kentut, dapat dianggap penghinaan. Yang ingin kentut harus minta ijin atau menjauh meninggalkan tempat. Meludah dihadapan orang dapat berarti menantang berkelahi.

21. Berjalan melewati orang yang sedang duduk atau diam atau mendahului, orang Madura mengucapkan 'ghelenon' (Madura barat), 'pangaporah' atau 'saporah' (Madura timur). Dahulu, yang sedang naik sepeda atau kuda harus turun atau melepas sandalnya dalam situasi seperti itu.

22. Orang Madura bangga menggunakan pakaian yang sekarang disebut pakaian tradisinal Madura. Pakaian lelaki terdiri atas 'gombor' dan 'pesak', kaos bergaris merah putih (Madura barat) dan penutup kepala yang disebut 'odeng', kain persegi tiga yang diikatkan di kepala.

23. Wanita Madura memakai sarung, kebaya, serta selendang yang dililitkan di kepala. Perlengkapan lain adalah peniti emas berantai sebagai kancing kebaya. Pada kaki mereka ada perhiasan emas atau perak yang disebut 'binggel' (gelang kaki).

 24. Orang lelaki yang bepergian atau makan bersama harus mengenakan sarung dan songkok, saat sholat, juga saat ke makam.

25. Ajaran yang dipegang kuat dalam hubungan sesama manusia adalah: jha' nobi' oreng mon aba'na dhibi e-tobi' sake' (jangan menyakiti orang jika kamu sendiri merasa sakit jika disakiti."

26. Akar dari hal yang disebut harga diri adalah perasaan malu ('malo' atau 'todus'). Orang Madura mengatakan: tambhana todus mate, artinya: obatnya malu adalah mati.

27. Ungkapan populer, lebbi bhagus pote tolang etembhang pote mata adalah juga terkait harga diri atau kehormatan yang artinya, lebih baik putih tulang daripada putih mata, maknanya, lebih baik mati daripada malu tidak bisa membela harga diri dan kehormatan.

 28. Jika orang Madura berhadapan dengan orang yang bersahaja, tidak sombong, merendah, dan menghargai orang lain, orang Madura akan bersikap lebih rendah lagi, lebih horamt lagi dari orang itu. Dan sebaliknya.

29. Kalo wanita pesisir atau wanita pegunungan bepergian ke kota untuk belanja atau mengunjungi sanak saudara, selendang penutup kepala sering diganti dengan handuk, praktis untuk menyeka keringat atau untuk membawa barang di atas kepala juga persiapan seandainya ia terpaksa harus menginap.

30. Bila suatu masalah tak terlesaikan, diwariskan kepada anak. Seorang anak lelaki diajar harus membalas dendam orang tuanya. Kepada anak diceritakan latar belakang masalahnya, barangbarang bukti seperti pakaian berdarah dll. Barangbarang itu disimpan sampai masalah itu selesai.

 31. Orang Madura merasa terhina bila di olok-olok dengan nama binatang terutama 'pate' (anjing), penuh dengan najis, dan 'moseng' (musang), senang mencuri.

32. Di Madura, moralitas wanita dihargai tinggi, sangat tinggi. Lelaki menjaga, membela kehormatan para wanita keluarganya. Moralitas wanita adalah harga diri lelaki, kekuasaan, keagungan dan kekuatan lakilaki. Dan itu salah satu alasan mengapa dapur mereka ada di depan rumah: agar wanitanya mudah diawasi.

33. Kehormatan wanita juga berhubungan dengan bab keperawanan. Para gadis yang sudah tidak perawan atau wanita yang telah bersuami tetapi tidak bisa menjaga kehormatannya adalah aib dalam keluarga. Hal ini dikisahkan dalam legenda 'Dompu Awang' yang mengendari perahu terbang dari Cina hendak memperkosa gadisgadis Madura melawan 'Joko Tole', sang pahlawan yang mengendarai kuda terbang.

34. Puncak penghinaan kepada orang Madura dan dapat dipastikan akan terjadi kekerasan, 'carok' atau perkelahian adalah jika orang menghina ibu. Orang Madura menganggap dosa kepada Ibu adalah dosa yang hampir tidak bisa di ampuni oleh Tuhan, seringkali orang Madura mengatkan bahwa ibu adalah segalanya, jangan pernah berani kepada ibu.

 35. Agama bagi orang Madura adalah Islam. Islam merupakan salah satu sifat yang mendefinisikan bahwa semua orang Madura pasti beragama Islam. Begitulah di pikiran mereka

36. Ungkapan orang Madura tentang Agama Islam: abantal syahadat, asapo' iman, apajung Allah, yang kurang lebih bermakna bahwa Orang Madura itu berjiwa raga Islam.

37. Simbolsimbol agama sering digunakan untuk meningkatkan status sosial seseorang. Simbol tertinggi yang dipakai sebagai patokan adalah kyai dan kemudian haji. Ia dipatuhi dan dihormati lebih tinggi daripada orang lain, karena dianggap lebih dekat dengan Tuhan.

 38. Kebiasaan menjodohkan anak antarkeluarga yang masih dibawah umur atau masih didalam kandungan dimaksudkan/bermakna, Orang Madura tidak menghendaki seorang perempuan hidup sendiri tanpa pendamping lelaki yang bisa menjaga kehormatannya.

39. Inisiatif menjodohkan anak biasanya muncul dari pihak perempuan. Ingat! ini bukan di jodohkan dengan kakek-kakek ya! tapi seumuran dan biasanya dalam lingkungan keluarga, istilah Madura: mapolong tolang (mengumpulkan tulang yang tercerai berai). Dalam keluarga kaya juga ada motif ekonomi, agar harta tak jatuh ke 'oreng lowar' (orang bukan saudara)

 40. Dalam Babad Sumenep, dikisahkan, Pangeran Secadiningrat, Raja Sumenep kawin dengan sepupu ibunya, Dewi Sarini. dari perkawinan inilah putri cantik berjuluk, Raden Ayu Potre Koneng (Putri Kuning) di lahirkan.

41. Juga dikisahkan dalam Babad Sumenep: Raden Ayu Potre Koneng hamil di luar nikah. Ini aib dan malu luar biasa di keluarga Madura. Raja hendak menghukum mati sang putri, namun permaisuri dan para hamba istana memohon untuk tidak dibunuh. Kemudian sang putri dibuang ke hutan, dan lahirlah anak laki-laki yang tersohor di Madura: Jokotole.

42. Kyai adalah pemimpim informal dalam masyarakat Madura. Orang yang di hormati, di agungkan setelah orang tua. kata-katanya dianggap penuh makna, petuah dan nasihat. Semua masalah keluarga dan masyarakat yang sulit dipecahkan diserahkan kepadanya untuk diselesaikan.

43. Bhindara adalah orang yang telah menamatkan pendidikan pesantren. Baik kyai atau bhindara juga sama-sama menerima kunjungan orang-orang (nyabis) baik dari lingkungan desa, kabupaten lain juga termasuk dari luar pulau Madura.

44. Di Madura ada tiga pondok pesantren yang paling disenangi: Pondok Pesantren Kyai Cholil Bangkalan, Pondok Pesantran Al-Amien Parenduan, Sumenep dan Pondok Pesantren Luk Guluk. Sedangkan Pondok Pesantren di Jawa yang disenangi adalah: Pondok Pesantren Gontor, Tebuireng dan Sukorejo.

45. Orang Madura cenderung masuk Nahdatul Ulama (NU), Uniknya, anggota Muhammadiyah sering di anggap sebagai Muslim 'onggu' (muslim sungguhan), kusumah (2003).

46. Dag-ondagga basa (tingkatan bahasa) ada lima, diurutkan dari yang tertinggi: bahasa keraton, bahasa tinggi, bahasa halus, bahasa menengah, dan bahasa kasar atau 'mapas'.

47. Bahasa bukan hanya masalah linguistik tetapi juga masalah sosial, erat sekali kaitannya dengan status seseorang dalam stratifikasi dan hirarki sosial, utamanya adalah umur. Kesalahan berbahasa bisa juga berarti kesalahan sosial.

 48. Sistem kekerabatan Madura bersifat patriarkal yang dalam kehidupan rumah tangga tercermin dari posisi superordinasi suami terhadap istri. Salah satu implikasinya, suami menggunakan bahasa 'mapas' terhadap istri dan istri senantiasa 'abasa' (bahasa halus) kepada suami.

49. Adat menetap setelah perkawinan adalah matrilokal, artinya keluarga pihak perempuan (istri) membangun rumah untuk calon menantunya. Karena biasanya rumah yang disediakan itu masih kosong, maka suamilah yang membawa perabotan seperti ranjang, bantal kasur, lemari dll. Adat inilah yang melahirkan konsep 'taniyan lanjang' (konsep satuan-satuan rumah memanjang dalam satu area).

50. Rumah Madura menghadap ke selatan, umumnya tidak berpintu belakang. Dapur dan kandang sapi ada di depan rumah, sehingga mudah mengawasi aktivitas yang terjadi disana.

51. Bapak mengerjakan tugastugas luar. Ibu dominan mengurus rumah dan anakanak. Peran perempuan (ibu) Menjadi sangat penting, ia juga tempat pulang saudaranya yang bercerai atau pulang dari rantau ketika orang tua mereka sudah tidak ada. Sadar akan hal ini, perempuan Madura mendapat perlindungan luar biasa dari suami dan sanak saudara.

52. Walaupun rasa hormat kepada suami adalah hal keutamaan, istri dapat menentukan keputusan keluarga. Istri dapat mengatakan 'tidak' kepada apa yang dianggapnya kurang baik, atau setidaknya diam sebagai aksi protes.

53. Istilah anak laki-laki adalah 'kacong', 'jhebbing' untuk anak perempuan. Anak pertama disebut ana' sareyang dan anak terakhir disebut ana' bungso.

54. Kakek di sebut "kae", nenek "nyae", saudara dari bapak ibu yang lebih tua, "oba'" yang lebih muda disebut "anom", "bu' ni'", "pa' ni'" dan keponakan disebut "panakan".

55. Umumnya anakanak menghormati/menganggap saudara kandung bapak ibu seperti bapakibu sendiri dan anakanak lebih dekat ke kerabat ibu daripada kerabat bapak.

56. Antara saudara saling membantu / saling menyumbang pada acara selamatan, perkawinan, bangun rumah, kelahiran, dll. Dan jika ada saudara yang tidak membantu, maka sangsi sosial dari keluarga biasanya: ia tidak akan dibantu, ia tidak akan disapa. dll.

57. Majhadi' adalah saudara dari bapakibu, anakanak seringkali lebih hormat daripada ke bapakibu sendiri karena jarang bertemu. Bila bertemu di jalan atau di pasar atau dimana, anakanak menyapa terlebih dahulu dan tak segan menawarkan bantuan, misalkan membawakan barang bawaannya.

58. Seorang kakek biasanya sangat cinta kepada 'kompoy' (cucu). Karena cintanya seringkali kakek 'taloccor oca'' (berjanji yang kurang baik) kepada cucu. Misalkan seorang cucu yang sakit-sakitan, terkena musibah dll, mereka sampai mengatakan 'pokok ba' na baras, ta' pa-apa bangal da' kasengko' (asal kamu sembuh, tidak apa-apa kamu berani sama aku).

59. Dalam menentukan perjodohan anak, "babhateg" (watak) dan "sepat" (sifat) orang tuanya yang menjadi patokan. Sebagian orang tua juga melakukan sholat istihoroh selama 3 hari berturut-turut antara jam 01-03 pagi yang dilanjutkan dengan berpuasa.

60. Orang Madura percaya bahwa ketika manusia lahir ia tidak sendirian melainkan ia hadir bersama taretan pa' empa' (empat saudara kembarnya). Mereka adalah totop (tutup ketuban), tontonan (tali pusar), areh (plasenta), tamone (ari-ari).

 61. Saudara gaib di sebelah kanan setiap manusia adalah 'keramang', di wakili warna hijau, simbol watak kebaikan dan berasosiasi dengan Malaikat Jibril dan Sahabat Abu Bakar.

62. Saudara gaib di sebelah kiri setiap manusia adalah 'katibing', di wakili warna hitam, simbol watak manusia tentang kegelapan dan berasosiasi dengan Malaikat Mikail dan Sahabat Umar.

 63. Di depan, Orang Madura punya saudara gaib bernama 'kapala', di wakili warna kuning yang menggambarkan watak manusia yang penuh pertimbangan, keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip hidup. Ketika Islam masuk dalam tradisi ini, saudara gaibnya yang di muka/di depan bernama Malaikat Isroil atau Sahabat Utsman.

 64. Di belakang, Orang Madura punya saudara gaib bernama 'katubuh', atau 'katuba' di wakili warna merah yang menggambarkan nafsu atau keinginan manusia. Ketika Islam masuk dalam tradisi ini, saudara gaibnya yang berada di arah belakang bernama Malaikat Isrofil atau Sahabat Ali.

 65. Dan di tengah, adalah ia sendiri, aba' an dhibi', tanpa warna, yang digerakkan oleh 'hatinya hati' yang sebut dengan 'swarsi', ialah Allah SWT dan Nur Muhammad SAW.

66. Anak disapih (berhenti ASI), sekitar umur 2 tahun dengan cara mengoleskan 'pahit-pahit' disekitar puting susu ibu, bisa juga dengan menitipkan anak ke saudara dekat untuk beberapa waktu, atau dengan "e sobu'" (memberi makanan/minuman yang sudah di doai).

67. Orang yang meninggal mendapatkan 'tahlil', doa keselamatan kubur, selama 7 hari berturut-turut. Hari ke-3 dan ke-7 acara dibuat lebih besar.

68. Kemudian, peringatan diadakan pada hari ke-40, ke-100, setahun, dan hari ke-1000. Saudara dekat dan tetangga di undang di harihari itu dengan maksud mendoakan almarhum/almarhumah.

69. Leluhur disebut juju', makamnya di sebut buju'.

70. Gugut adalah mahluk sejenis manusia berkaki dua tetapi berjalan seperti kuda, jahat dan larinya melesat cepat. Ia perwujudan dari manusia yang bertapa ingin menjadi kaya. Anakanak kecil takut dengan mitos ini.

71. Dalam menentukan harihari baik atau buruk, Madura menggunakan gabungan antara hari dalam seminggu (minggu, senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu) dan hari pasaran atau panca bara' (kalebun, manis, paeng, pon, bagi).

72. Setiap harihari dalam tradisi Madura mempunyai nilainilai spiritual dan berkorelasi dengan letak, warna dan wujud. Kalebun, nilai 8, warna hijau, letak timur, wujud daun.

73. Hari pasaran Manis, nilai 5, warna putih, letak timur, wujud perak.

74. Hari pasaran paeng, nilai 9, warna merah, letak selatan, wujud tembaga. Pon, nilai 7, warna kuning, letak barat, wujud emas. Sedangkan bagi, nilai 4, warna hitam, letak utara, wujud besi.

75. Bhetton (hari kelahiran) anak/orang, diperingati dengan membuat sesaji. Damar kambang (lampu sumbu kecil), adalah simbol penerangan dalam hidup. Nasi kerucut atau bundar, telur dan jarum, adalah simbol dari badan, ruh, ketajaman berfikir dan kemampuan memecahkan masalah.

76. Walaupun Orang Madura memeluk Agama Islam, pembagian harta warisan kebanyakan tetap menggunakan hukum adat, yaitu meletakkan posisi perempuan sebagai orang penting dan utama. Anak perempuan mendapat bagian lebih besar daripada anak lakilaki, terutama anak perempuan pertama.

77. Garis Keturunan (keluarga) Orang madura biasanya menganut 4 keatas, 4 ke bawah, 4 ke kanan 4 ke kiri. Di atas saya adalah bapak, di atas bapak adalah kae, di atas kae adalah emba, diatas emba adalah juju'. Di bawah saya adalah anak, di bawah anak adalah kompoy, di bawah kompoy adalah peyo' dibawah peyo' adalah kreppe'. Yang ke samping saya, sa popo (satu) du popo (dua) tello popo (tiga), pa' popo (empat). Mereka berkumpul dalam acara-acara selamatan, perkawinan dll.

78. Sorop are atau compet are adalah saat pergantian siang dengan malam, diyakini sebagai waktu keluarnya semua roh halus termasuk roh-roh jahat. Anakanak tidak boleh keluar rumah terutama anakanak kecil yang giginya belum pernah ganti.

79. Saudara kandung memiliki satu ari-ari, sebab ari-ari yag ditanan/dikubur pada saat anak dilahirkan diyakini kembali ke rahim sang ibu.

80. Sesaji tajin sanapora (bubur 5 warna) biasanya dibuat untuk keselamatan diri, rumah, harta benda dll. Warnanya tetap mengacu kepada taretan empa': hijau, hitam, kuning, merah dan putih.

81. Rambut dan kuku bayi dipotong, diiringi dengan diba' (pembacaan kitab al-barzanji) saat mencapai atau sebelum usia 40 hari. Acara ini dikenal dengan molong are.

82. Untuk mengingatkan bahwa setiap manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah, pada usia bayi 7 bulan, diadakan upacara toron tana (turun tanah).

83. Tajhin (bubur) tiga warna, putih, hijau dan hitam, juga air kopi dan dupa, diperlukan dalam upacara penggalian sumur. Putih, melambangkan kesucian niat yang punya sumur, hijau melambangkan air (Nabi Khidir, penguasa air), hitam penolak bala (celaka,sial), air kopi dan dupa untuk roh nenek moyang penjaga tanah yang akan di gali.

84. Sebelum tanah digali, yang punya hajat mebaca doa dan membakar dupa. Urutan doanya: Membaca Surah Yasin, Surah Assyabab, Surah Syajadah, dilanjutkan permohonan pada Nabi Muhammad SAW, kepada Allah SWT, juga pada roh leluhur dan Nabi Khidir. Doa ini dimaksudkan mendapat air jernih dan keselamatan kepada yang menggali sumur dan pemiliknya. Sesendok air yang keluar pertama kali harus diminum oleh penggali sebagai tanda hormat dan rasa syukur kepada semua yang telah tersebut dalam doa.

85. Sedangkan dalam upacara pendirian rumah, doa dimulai dengan membaca Surah Yasin dan Surah Taubat. Hari baik untuk mendirikan rumah biasanya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Kyai.

86. Menjelang Maghrib, Kamis Sore (malam Jumat), pintu rumah dibiarkan terbuka. Karena pada waktu ini, diyakini roh leluhur mereka pulang (datang berkunjung).

87. Sapi adalah hewan peliharaan sekaligus kekayaan penting di Madura. Kandangnya tidak pernah menghadap ke Barat, karena sapi akan binal dan suka menanduk yang punya. Hari baik untuk mendirikan kandangnya adalah Ahad Paeng dan Ahad Bhagi.

88. Di sebelah barat adalah langgar/surau. Rumah menghadap keselatan, diawali dengan rumah orang tua, kemudian rumah anak perempuan tertua, rumah anak perempuan kedua dan seterusnya. Kandang sapi dan dapur menghadap ke rumah/ke utara. Komplek rumah seperti ini disebut tanean lanjheng (halaman panjang) dan dikelilingi pagar hidup (tanaman).

89. Naas Nabi adalah tanggal-tanggal yang diyakini sebagai hari kurang baik untuk melaksanakan selamatan, tasyakuran, mendirikan rumah, kandang, tempat usaha dll. Pada tanggal-tanggal ini, Nabi Muhammad SAW bersedih dalam perang-perang di Hijaz dulu. Tanggalnya adalah: 3, 5, 16, 24, 25 dalam penanggalan Jawa/Madura/Islam.

90. Jika kombinasi hari dan pasaran berjumlah 13, maka hari itu di yakini juga sebagai hari naas kene' (sial/celaka kecil). Anda bisa menghitung sendiri, hari apa itu, jika : ahad (5), sennen (4), selasa (3), rebbu (7), kemmis (8), jumaat 6), satto (9) dan pon (7), baghi (4), klebun (8), manes (5), paeng (9).

91. Umumnya anak laki tidak mendapatkan kamar di dalam rumah. Anak laki tidur di teras (bagian depan rumah) atau di langgar. Inilah yang menguatkan sifat 'luar' orang laki Madura. Orang laki Madura banyak mengerjakan tugas luar dan melahirkan sifat 'merantau'.

92. Lagu "Pajjar laggu", lagu tradisional populer di Madura, adalah ungkapan orang Madura untuk bersetia kepada konsep berbangsa, bernegara. Dua baris terahir dari lagu itu: Atatamen ma banya’ hasel bumina, Ma ma’mor nagara tor bangsana (menanamlah/perbanyaklah hasil bumi ini, untuk kemakmuran bnegara dan bangsa).

93. "Oreng misken mate terro, oreng andi' mate korang." Kearifan Madura yang patut untuk direnungkan. "orang miskin mati dalam keadaan ingin. Orang kaya mati dalam keadaam kurang."

[Tidak bernomor] Saudara gaibnya, hijau, hitam, kuning dan merah, benar-benar nyata. Ia hadir kasat mata dan indah. Dan saya, mungkin juga kita, tak habis pikir bagaimana sebuah kekayaan budaya seperti ini dipandang tak sampai seperempat mata bahkan oleh Generasi Madura sendiri - tak bisa mendatangkan kemakmuran ahli warisnya. Tari Topeng.

[Tidak bernomor] Madura bukan omong kosong. Madura kaya seni budaya. Seharusnya, generasi Madura berterima kasih atas limpahan warisan tak ternilai dari setiap pendahulunya dengan menjaga, mengekplorasi lebih dalam lagi untuk kemakmuran.

[Tidak bernomor] Ketika generasinya percaya bahwa mereka diwarisi hal berharga, ketika generasinya percaya bahwa leluhurnya telah bekerja keras untuk menyiapkan masa sekarang, ketika generasinya percaya bahwa anak-anak sekarang dilahirkan dengan jerih payah yang bukan main, Batik Madura menunggu outletnya dibelahan bumi manapun, di seluruh dunia ini.

[Tidak bernomor] Ketika generasinya bangga dengan warisan leluhurnya, ketika generasinya menggali setiap potensi kekayaan budayanya, ketika generasinya mengapresiasi kearifan lokalnya, ia mendatangkan kesejahteraan, soto madura hadir menggairahkan.