15 Juni 2015

#JEBAKANRAPOR

Hai tweeps, gimana hasil raportnya? Sedih atau gembira, coba simak kultwit tentang JEBAKAN NILAI RAPOR berikut yaa.
1. Ini kisah nyata yang bisa kamu ambil pelajaran. Mungkin gak pernah diceritain sama guru/kepala sekolahmu juga..
2. Gw masih inget hari itu. Hari dimana semua memuji dan membanggakan prestasi yang gw raih semester ini,
3. Ya, sejak SD-SMP gw selalu dapet ranking 3 besar. gw bersyukur krn ini sebuah modal bagus utk ms depan yang cerah, awalnya.
4. gimana nggak? semua orang pengen jd kaya gw. Semua pengen punya nilai tinggi dirapornya. g ada siswa yg ingin nilai jelek.

14 Juni 2015

Ada Masalah Besar

Tulisan Pak Harry Santosa (Millenial Learning Center), patut direnungkan:

Ada masalah besar dgn sistem persekolahan,
  1. Orangtua sadar atau tidak telah kehilangan fungsi mendidik, krn bersekolah dianggap sudah berpendidikan. Perceraian menjadi sangat mudah, krn fungsi mendidik anak dianggap telah usai bila telah diserahkan ke sekolah
  2. Sebagian besar anak2 mengalami depresi krn dirinya diserahkan sepenuhnya pd persekolahan, sementara masalah kejiwaan dan pendidikan bukan berada di persekolahan.
  3. Sekolah dan guru tidak merasa bertanggungjawab utk "mendidik", krn umumnya mindset ttg mendidik hanyalah mengajar dan mengejar ketuntasan kurikulum serta peringkat sekolah. Anak2 yg cerdas hanya menjadi komoditas gengsi persekolahan. Anak2 bodoh dan nakal sebisa mungkin dikeluarkan. Anak2 pendiam cenderung diasingkan. Siapa yg peduli? No one!
  4. Sosialisasi di persekolahan amat buruk, umumnya anak2 disegregasi sbg si pintar dan si bodoh, si penurut dan si nakal, si malas dan si rajin. Mereka berada dalam sebuah ruang selama hampir sepenuh hari dgn anak2 yg seumuran dan sosok beberapa guru yg belum tentu mampu bersosial dgn anak2 secara baik. Sosialisasi terjadi bukan pd banyak orang homogen, namun dalam banya ragam usia dan sosial. Bisa dibayangkan betapa unsosialisasinya kehidupan anak2 di sekolah.
  5. Kebebasan mengembangkan bakat dan potensi amat terbatas bahkan nihil, anak2 sangat terkungkung dengan gerbong 40 anak lebih dalam kelas yg semuanya harus serempak, seragam, sebahan pelajaran, seguru, seajaran, senilai standar dstnya

4 Juni 2015

Restart!

Bagaimana mungkin melahirkan generasi kreatif yang mencipta, yang solutif, bila anak-anak kita tidak mempelajari apa yang sebenarnya terjadi dalam sehari-hari hidup bangsanya. Persekolahan kita hanyalah alat dalam sistem industri untuk menjamin ketersediaan tenaga kerja, penjaga kesinambungan kapital orang-orang kaya. Dan mungkin itu bukan masalah, akan tetapi kemampuan industri untuk menyerap semua lulusan adalah mimpi kosong. Maka kembalikanlah cita-cita sekolah sebagai pusat kebudayaan masyarakat, sebagai tempat anak-anak bahagia menuntut ilmu dunia akhirat. Kembalikanlah sekolah sebagai milik masyarakat.

Seperti apa? seperti sistem pendidikan pesantren jaman dulu, sanggar, padepokan, learning center. Ia benar-benar milik masyarakat, ia berkembang dan dibangun oleh masyarakat, ia bukan lembaga yang hidup dengan anggaran pemerintah, ia adalah bagian dari masyarakat. Ia adalah solusi dari permasalahan masyarakat.

Jutaan anak-anak pedesaan Indonesia belajar sesuatu yang tak ada hubungannya dengan hidup mereka sehari-hari. Dan itulah mengapa sekolah adalah tempat yang sangat mebosankan - kecuali menjadi tempat pacaran. Sampai saat ini ruang-ruang kelas di sekolah mirip dengan barak-barak di zaman perang, kering dan kaku, seperti bangsal-bangsal rumah sakit, seperti tempat-tempat penampungan sementara pengerah tenaga kerja.

Batik Tulis Madura.

Itu bukan lucu. Menjadi miskin di negeri yang memiliki banyak dan ragam potensi. Menjadi pengangguran di tanah yang tanaman dengan mudahnya tumbuh dan ikan-ikan yang siap melindungi dari kekurangan gizi. Merendahkan hal-hal yang dimilki sendiri. Terpesona dengan apapun yang datang dari luar negeri. Menganggap kita tak kan bisa apa-apa tanpa mereka.

Persekolahan dan orang tua di rumah semakin menjauhkan anak-anak dari padi, garam, pakan ternak, cangkul, perahu, hutan yang harus tetap terpelihara, sungai yang harus tetap mengalir. Juga menjauhkan dari gotong-royong, kejujuran, keberanian, kepedulian dan kecintaan pada budaya leluhurnya. Ini bukan soal salah benar. Tetapi belajarlah dari apa yang terjadi saat ini. Banggalah karena membelanjakan uang kalian untuk produk-produk lokal. Ujilah. Beri masukan agar senantiasa terus berkembang.