21 November 2009

Nyi Roro Kidul

Pada awal abad ke 17 masyarakat Belanda menghimpun dana untuk membiayai pelayaran-pelayaran mencari rempah-rempah, melintasi sejumlah samudra dan menghampiri sejumlah benua. Di negeriku, beberapa belas tahun kemudian, tepatnya 1614, raja jawa yang paling kuat dan berkuasa, raja pedalaman, generasi kedua dan raja ketiga Mataram, Sultan Agung, justru menghancurkan negara bandar dagang Surabaya, hanya karena membutuhkan pengakuan atas kekuasaanya. Ironi histori Jawa termaktub di sini: pada waktu Belanda mengelilingi dunia mencari rempah-rempah, Surabaya suatu bandar transit rempah-rempah yang sama untuk konsumsi internasional dihancurkan oleh seorang raja pedalaman Jawa, Sultang Agung.

Mataram sendiri adalah kerajaan kuat kedua di Jawa yang menyingkiri laut karena tidak ingin menghadapi kedahsyatan Portugis di laut. Sultan Agung ini juga yang gagal total menghalau koloni kecil Belanda di Batavia pada 1629. Kekalahan itu membuat Mataram kehilangan Laut Jawa, laut pelayaran internasional pada masanya. Untuk menghilangkan rasa malu yang diderita, untuk mempertahankan kewibawaan Mataram, para pujangga etnik Jawa berceloteh, bahwa pendiri Mataram, ayah Sultan Agung, mempersunting puteri Laut Selatan ( pulau Jawa), Nyi Roro Kidul. Untuk menyatakan, kata Prof.H. Resink, bahwa Mataram masih punya keterlibatan dengan laut.

dikutip dari:
'maaf atas nama pengalaman' pramoedya ananta toer