Surat terbuka untuk dua siswa saya yang juga sahabat saya. Rizal dan Basori.
Saya tulis surat ini sebagai apresiasi saya kepada kalian yang berhasil tahu tentang ulang tahun sekolah kita dan sempat memikirkan sesuatu untuk ulang tahun sekolah kita yang ke 54.
Berawal dari undangan kalian di facebook tentang hari ulang tahun sekolah, saya berangkat dari Malang menuju Jember jam 09.00 malam, sampai di rumah jam 02.30 pagi.
Undangan itu:
Tgl. 09 desember 2009 adalah hari ulang tahun sekolah kita yang sekaligus diperingati sebagai hari anti korupsi se-dunia. Apa yang special bisa diberikan warga sekolah untuk rumahnya?.
Undangan ini tentu sangat menarik buat saya karena ditulis oleh seorang siswa kelas dua, menggunakan istilah rumah untuk menyebut sekolahnya. Ini pasti langka dan sangat futuristik untuk pendidikan di negeri ini. "Sekolah adalah rumah bagi semua warga sekolah" masih merupakan mimpi yang belum terwujud. Bila sekolah adalah rumah kita, maka seluruh penghuni rumah akan memberikan yang terbaik untuk rumah kita. Tanpa pamrih, tanpa malas, rela berkorban, penuh perhatian hingga semua warga di dalam rumah, merasa nyamaan dan tentram. Mungkin, hanya orang gila yang ingin menghancurkan rumahnya sendiri.
Empat belas tahun mengajar belum mendengar dari siswa apalagi dari teman guru yang dapat merasakan bahwa sekolah kita seperti rumah kita. Sekolahku adalah rumahku. Luar biasa Rizal dan Basori.
09 Desember 2009 jam 08.00 pagi, tiba disekolah. Tak ada acara ulang tahun sekolah. Tak ada spanduk ulang tahun. Saya bertanya kesana kemari. Tak ada yang tahu bahwa hari itu adalah hari ulang tahun sekolah. Mereka juga tidak tahu kapan itu atau mereka malah bertanya, apa sekolah juga punya hari ulang tahun. Tak ada peringatan ulang tahun, tetapi sekolah memang tidak sepi seperti hari-hari biasanya. Sebagian anak tengah mengikuti ujian praktik, sebagian besar berada di luar kelas, tak jelas apa yang dikerjakan. Mereka duduk-duduk di depan teras kelas , juga ada yang berlarian, ada yang membawa gitar dan bayak yang sedang asyik dengan handphone. Saya melihat kepala sekolah sepertinya hanya sibuk dengan tugas-tugas administrasi, berjalan dari ruang tata usaha ke ruangannya sendiri. Beberapa guru ngobrol dengan suara keras di ruang pokja PSG. Di ruang guru, ada dua orang guru sedang makan nasi bungkus, selebihnya saya tidak tahu lagi kemana. Yang paling menonjol suasananya adalah anak-anak berada di luar kelas tanpa guru, tak jelas apa yang dikerjakan. Kemudian saya mencari Rizal dan Basori.
Di ruang teaching factory, saya bertemu keduanya, si penulis undangan di facebook. Jawabannya seperti ini." tidak ada dukungan pak." "Dak ada yang tau pak kalo hari ini ulang tahun sekolah, termasuk guru-guru". Saya tertawa tetapi juga haru. Saya membela diri, "Masih ada guru yang tahu lo, ya saya sendiri." Kebetulan saya men-gupdate website sekolah akhirnya saya tahu bahwa sekolah ini telah berdiri 54 tahun yang lalu. 10 tahun setelah proklamasi.
Sebenarnya, apa mengetahui hari ulang tahun sekolah itu penting? apa mengenang saat sekolah berdiri ini perlu? apa tidak keluar uang bila menyelenggarakan perayaan ulang tahun sekolah walau hanya sekedar nge-print spanduk di halaman sekolah? apa menghasilkan? apa ada pengaruh positif? ah negatif? atau tidak peduli? masa bodoh? tidak tau? tidak mau tau? Hal iniyang ingin kusampaikan kepada kalian, tentu bukan ingin menjelekkan siapapun tetapi barangkali kita hanya berbeda pendapat tentang makna hari ulang tahun sekolah.Toh, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di sekolah kita. Sayangnya, sekolah-sekolah yang tidak peduli dengan hari berdirinya adalah sekolah-sekolah yang sulit sekali dikategorikan sekolah unggul, apalagi sekolah bertaraf internasional
Salah satu indikator melihat sekolah maju adalah melihat bagaimana cintanya seluruh warga sekolah mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, tata usaha, satpam, pak kebun, alumni, orang tua siswa terhadap institusi sekolah (almamater). Rasa cinta, rasa memiliki, rasa turut menjadi bagian di dalamnya adalah energi luar biasa untuk mewujudkan sekolah yang lebih berkualitas. Sekolah tidak dapat hanya dipandang sekedar tempat mencari nafkah bagi guru dan karyawan. Sekolah tidak hanya sekedar dipandang oleh siswa sebagai tempat pemberi ijazah. Tetapi sekolah adalah rumah kita bersama seperti pendapat Rizal dan Basori. Ada bapak juga ada ibu, ada kasih sayang, ada saling perhatian, ada saling memberi, saling menjaga, mendidik tak kenal menyerah, belajar tak kenal henti dan secara bersama-sama menuju rumah tangga berkualitas untuk menciptakan anak-anak yang siap berkompetisi di luar rumah. Anak-anak yang membanggakan. Anak-anak yang kelak sesekali pulang ke rumah bercerita kepada adik-adiknya, kepada orang tuanya tentang pengalaman mereka diluar. Ah.. indahnya rumah kita.
Apa yang saya harapkan dari undangan kalian tentang hari ulang tahun sekolah kita:
1. Moment.
Hari ulang tahun dapat dijadikan sebagai momentum kebangkitan, kemajuan atau niat tulus menjadikan sekolah yang lebih baik. Anak-anak, guru-guru, atau siapa saja warga sekolah dibuat berdebar-debar menunggu pidato kepala sekolah tentang pencanangan program sekolah anti narkoba, sekolah dengan 0% siswa putus sekolah, visi baru, disiplin baru, semangat baru, pencanangan sekolah terbersih, sekolah hijau dll. Orang-orang bertepuk tangan dan bahu-membahu mewujudkan mimpi barunya.
2. Parent's Day.
Kapan orang tua di undang ke sekolah? Pada saat awal siswa baru karena berhubungan dengan pembiayaan pembagunan sekolah. Tidak ada suatu undangan bagi orang tua yang diatur secara konsisten untuk dapat menyaksikan putra-putrinya unjuk kemampuan, berdiskusi terkait kesulitan belajar, atau sekedar makan bersama di lapangan di bawah tenda sebagai keakraban antara orang tua pertama (ketika di rumah) dan orang tua kedua ( ketika di sekolah) bagi siswa. Hari ulang tahun sekolah dapat dijadikan peristiwa seperti ini.
3. Welcome Back My Sons and Daughters.
Sekolah yang maju pasti tidak lepas dari peran alumni. Cerita mereka di luar sana akan memberikan pengaruh positif terhadap adik-adiknya. Sayangnya, banyak sekolah yang tidak memberikan pelayanan yang baik terhadap alumni. Tidak ada alumni center di sekolah. Sekolah hanya melayani mereka terkait legalisir ijazah, atau mengurus kehilangan ijazah karena rumahnya kebanjiran.
Ribuan anak dilahirkan di sekolah, tetapi sebagian besar, sekali lagi sebagian besar merasa tidak pernah lahir di sekolah, hingga sekolahpun kesulitan melacak dimana mereka (penelusuran tamatan dikerjakan oleh sekolah karena ada tuntutan, karena disuruh atau diminta Jakarta). Alumni juga merasa sulit untuk mengunjungi sekolah dengan beberapa alasan: malu karena tidak jadi pegawai, menganggap dirinya bukan siswa berhasil, ngapain atau guru-gurunya yang mengajarnya dulu sudah pensiun dsb. Siswa yang menjadi menteri, menjadi bupati, pengusaha rumah makan, ahli pemasaran merasa tidak dibutuhkan oleh almamaternya untuk berbicara di workshop, seminar, lokakarya di sekolah yang dapat diikuti oleh adik-adik kelasnya.
kenapa demikian? Saya kembali kepada pendapat Rizal dan Basori, bahwa mereka harus merasa dalam satu rumah. Di rumah kita tidak mengelompokkan anak yang berhasil dan yang gagal, anak-anak datang mengunjungi rumah sekalipun bapak ibu sudah tiada. Seperti orang-orang Belanda mengunjungi perkebunan Kalibaru di Banyuwangi karena kakek neneknya pernah tinggal disana.
Hari ulang tahun sekolah dapat dijadikan kesempatan menyambut anak-anak yang ada di luar sana membagikan ceritanya kepada adik-adiknya, atau membagikan sebagian risqinya kepada adiknya agar tidak putus sekolah, atau membagikan pengalamannya yang barangkali bapak ibu lupa ajarkan.
4. this is me
Sekolah tidak boleh memandang bahwa anak-anak itu adalah obyek. Siswa bukan benda mati yang diproses oleh sekolah dan menjadi produk yang dapat dijual di pasar. Mereka juga subyek (pelaku) yang layak diminta pendapatnya bagaimana memajukan sekolah. Banyak sekolah tidak melibatkan siswa dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Perubahan tata tertib, jumlah jam pelajaran, anggaran, motode pembelajaran, seharusnya dapat melibatkan siswa sehingga mereka tidak hanya merasa bahwa mereka hanya diperlukan sebagai petugas upacara. Kepala sekolah harus mengagendakan rapat dengan siswa bukan hanya dengan guru. Kepala sekolah mengundang ketua kelas untuk rapat membicarakan program sekolah. Beri kesempatan mereka presentasikan ide dan gagasannya, bukan di undang untuk hanya dijejali dengan informasi, pengumuman dari guru saja yang seringkali merasa paling benar.
Sehebat apapun sekolah tidak akan dapat menampung seluruh karakter, daya cipta, kreatifitas, rasa, antusias masing-masing siswa. Maka perkenankan siswa menunjukkannya di hari ulang tahun sekolah kemampuan non akademik yang tidak tertampung di kegiatan ekskul. Misalnya, ada kemampuan siswa yang unik, unjuk kebolehan sulap, membatik, merangkai bunga, hobi otomotifnya, aeromodeling, body painting, presentasi kehebatan mereka dalam kepedulian sosial, atau kemampuan-kemapuan yang jarang dimiliki manusia kebayakan, makan kaca, tahan strum, mampu berjalan di atas selembar kawat dan lain sebagainya.
5. Dan Banyak Yang Lainnya.
Semoga surat saya dapat menghibur kalian karena selembar kertaspun tidak tertempel di sana mengucapkan selamat hari jadi sekolah kita.
wassalam