01. Tujuan hidup orang Madura adalah "dhadhi oreng' atau menjadi manusia sesungguhnya. Dahulu yang di maksud adalah menjadi kyai, pimpinan atau haji. sekarang telah bergeser pada keberhasilan materi dan kemudian haji.
02. Orang Madura yang sudah "daddhi oreng" harus sanggup menaungi dan membantu orang yang tak mampu/miskin/lemah. tercermin dalam ungkapan terkenalnya: rampa' naong beringin korong.
03. Orang Madura sangat menjunjung tinggi hal adab sopan santun, ramah tamah, kaya tak kikir.
tercermin dari ungkapan terkenal: mon soghi pasogha', mon kerras pa kerres, mon bhagus pabheghes.
04. Kesopanan adalah hal utama di Madura. Anak atau sesorang yang tidak tau sopan santun biasanya di ungkapkan dengan seperti ini: tak tao bethonah langger.
05. Tata krama sangat dijungjung tinggi: pa tao jhalan, pa tao neng-eneng, pa tao acaca, yang artinya kurang lebih gini: ketahuilah jalan yang benar, ketahuilah kapan kau harus diam, ketahuilah kapan kau harus bicara.
06. Seseorang atau anak madura mendapat ajaran " aeng dalam genthong" dari orang tuanya. Maksudnya adalah, seseorang harus bisa menjaga atau menghormati adat isitiadat/nilai-nilai lokal yang berlaku dan tidak melanggarnya supaya tidak mencemarkan nama keluarga.
07. Ungkapan terkenal juga di Madura: mong oreng reya benni bhagusse, tape tatakramana, ma' cellep ka ate'. sanadjan baghus tape tatakramana jube'. maksudnya, bukan rupa, ganteng atau cantik, tapi yang utama adalah tata krama membuat dingin hati.
08. Jika tuan rumah tidak ada dan yang ada dirumah adalah wanita maka tamu lelaki harus pulang. Jika yang ada di rumah adalah lelaki dan menawarkan tamunya untuk menunggu, sang tamu dibenarkan untuk menunggu.
09. Orang Madura harus mengembalikan setiap kebaikan dari siapapun, apalagi dai orang tua mereka. Mereka menyebutnya 'mabali dada' artinya mengembalikan atau membalas kebaikan.
10. Urutan pengabdian dalam masyarakat Madura adalah seperti ini: bappa' - bhabhu' - guru - rato. (bapak ibu - guru termasuk kyai - pemerintah).
11. Orang mengucapkan salam 'pangapora' atau 'sapora'
saat bertamu (Madura bagian timur), 'ghelenon' (Madura bagian barat) kadang
'assallamualaikum'.
12. Saling membantu dan hidup rukun adalah juga
hal utama. Ungkapan terkenalnya adalah: namen maghi tombu sokon, tabing kerrep
bannya' karanah. Pompong je' kerrep parokon ma' salamet. (selama masih hidup,
tolong menolonglah, saling membantu dan hidup rukun, agar selamat hidupnya)
13. Orang Madura sangat menghormati perempuan. Dahulu
(sebagian daerah masih berlaku sampai sekarang), tamu lelaki di temui di
'langgar' atau di teras rumah, sedang yang perempuan diterima masuk kedalam
rumah.
14. Tamu lelaki harus di temui lelaki, wanita
oleh wanita. Tidak pantas wanita menerima tamu lelaki atau lelaki menerima tamu
wanita
15. Sebelum mengenal kursi, bertamu tidak duduk di
kursi, mereka bersila di lantai, di atas tikar atau 'payan'. Cara bersila
mengikuti aturan seperti ini : letakkan tangan kanan terlebih dahulu, kemudian
lipat kaki kanan dan kemudian kaki kiri.
16. Orang Madura memberikan penghormatan luar
biasa kepada tamu, memberikan makanan/suguhan terbaik yang seringkali lebih
mahal dari makanan mereka sehari-hari walau mereka mengatakan 'nyek-onyek
ghunong' yang berarti seadanya saja.
17. Tamu jauh selalu ditawari menginap. Selama tiga
hari, tamu akan dihormati sebagai tamu, bila lebih dari itu akan dianggap
keluarga sendiri.
18. Landasan interaksi sosial orang Madura adalah
kerjasama. Dalam istilah mereka 'song osong lombhung song-osong kandhang atau
sokoraba.
19. Berjalan membusungkan dada atau menegakkan kepala
dianggap sombong. Orang Madura mengatakan: mon adjalan ja' adanga ma' le ta'
tatanding mon bada bato. Mon bada mattowa nondhuk ja' ngar-salengaran, ma' le
ta' e kocae oreng, yang artinya bila berjalan menunduklah agar tak tersadung
bila ada batu, menunduklah di depan mertua jangan pakai tampang seram biar tidak
jadi pembicaraan orang.
20. Adalah tabu terdengar bunyi atau bau kentut, dapat
dianggap penghinaan. Yang ingin kentut harus minta ijin atau menjauh
meninggalkan tempat. Meludah dihadapan orang dapat berarti menantang berkelahi.
21. Berjalan melewati orang yang sedang duduk atau diam
atau mendahului, orang Madura mengucapkan 'ghelenon' (Madura barat),
'pangaporah' atau 'saporah' (Madura timur). Dahulu, yang sedang naik sepeda
atau kuda harus turun atau melepas sandalnya dalam situasi seperti itu.
22. Orang Madura bangga menggunakan pakaian yang
sekarang disebut pakaian tradisinal Madura. Pakaian lelaki terdiri atas
'gombor' dan 'pesak', kaos bergaris merah putih (Madura barat) dan penutup
kepala yang disebut 'odeng', kain persegi tiga yang diikatkan di kepala.
23. Wanita Madura memakai sarung, kebaya, serta
selendang yang dililitkan di kepala. Perlengkapan lain adalah peniti emas
berantai sebagai kancing kebaya. Pada kaki mereka ada perhiasan emas atau perak
yang disebut 'binggel' (gelang kaki).
24. Orang lelaki yang bepergian atau makan
bersama harus mengenakan sarung dan songkok, saat sholat, juga saat ke makam.
25. Ajaran yang dipegang kuat dalam hubungan sesama
manusia adalah: jha' nobi' oreng mon aba'na dhibi e-tobi' sake' (jangan
menyakiti orang jika kamu sendiri merasa sakit jika disakiti."
26. Akar dari hal yang disebut harga diri adalah
perasaan malu ('malo' atau 'todus'). Orang Madura mengatakan: tambhana todus
mate, artinya: obatnya malu adalah mati.
27. Ungkapan populer, lebbi bhagus pote tolang
etembhang pote mata adalah juga terkait harga diri atau kehormatan yang
artinya, lebih baik putih tulang daripada putih mata, maknanya, lebih baik mati
daripada malu tidak bisa membela harga diri dan kehormatan.
28. Jika orang Madura berhadapan dengan orang
yang bersahaja, tidak sombong, merendah, dan menghargai orang lain, orang
Madura akan bersikap lebih rendah lagi, lebih horamt lagi dari orang itu. Dan
sebaliknya.
29. Kalo wanita pesisir atau wanita pegunungan
bepergian ke kota untuk belanja atau mengunjungi sanak saudara, selendang
penutup kepala sering diganti dengan handuk, praktis untuk menyeka keringat
atau untuk membawa barang di atas kepala juga persiapan seandainya ia terpaksa
harus menginap.
30. Bila suatu masalah tak terlesaikan, diwariskan
kepada anak. Seorang anak lelaki diajar harus membalas dendam orang tuanya.
Kepada anak diceritakan latar belakang masalahnya, barangbarang bukti seperti
pakaian berdarah dll. Barangbarang itu disimpan sampai masalah itu selesai.
31. Orang Madura merasa terhina bila di olok-olok
dengan nama binatang terutama 'pate' (anjing), penuh dengan najis, dan 'moseng'
(musang), senang mencuri.
32. Di Madura, moralitas wanita dihargai tinggi, sangat
tinggi. Lelaki menjaga, membela kehormatan para wanita keluarganya. Moralitas
wanita adalah harga diri lelaki, kekuasaan, keagungan dan kekuatan lakilaki.
Dan itu salah satu alasan mengapa dapur mereka ada di depan rumah: agar wanitanya
mudah diawasi.
33. Kehormatan wanita juga berhubungan dengan bab
keperawanan. Para gadis yang sudah tidak perawan atau wanita yang telah
bersuami tetapi tidak bisa menjaga kehormatannya adalah aib dalam keluarga. Hal
ini dikisahkan dalam legenda 'Dompu Awang' yang mengendari perahu terbang dari
Cina hendak memperkosa gadisgadis Madura melawan 'Joko Tole', sang pahlawan
yang mengendarai kuda terbang.
34. Puncak penghinaan kepada orang Madura dan dapat
dipastikan akan terjadi kekerasan, 'carok' atau perkelahian adalah jika orang
menghina ibu. Orang Madura menganggap dosa kepada Ibu adalah dosa yang hampir
tidak bisa di ampuni oleh Tuhan, seringkali orang Madura mengatkan bahwa ibu
adalah segalanya, jangan pernah berani kepada ibu.
35. Agama bagi orang Madura adalah Islam. Islam
merupakan salah satu sifat yang mendefinisikan bahwa semua orang Madura pasti
beragama Islam. Begitulah di pikiran mereka
36. Ungkapan orang Madura tentang Agama Islam: abantal
syahadat, asapo' iman, apajung Allah, yang kurang lebih bermakna bahwa Orang
Madura itu berjiwa raga Islam.
37. Simbolsimbol agama sering digunakan untuk
meningkatkan status sosial seseorang. Simbol tertinggi yang dipakai sebagai
patokan adalah kyai dan kemudian haji. Ia dipatuhi dan dihormati lebih tinggi
daripada orang lain, karena dianggap lebih dekat dengan Tuhan.
38. Kebiasaan menjodohkan anak antarkeluarga yang
masih dibawah umur atau masih didalam kandungan dimaksudkan/bermakna, Orang
Madura tidak menghendaki seorang perempuan hidup sendiri tanpa pendamping
lelaki yang bisa menjaga kehormatannya.
39. Inisiatif menjodohkan anak biasanya muncul dari
pihak perempuan. Ingat! ini bukan di jodohkan dengan kakek-kakek ya! tapi
seumuran dan biasanya dalam lingkungan keluarga, istilah Madura: mapolong
tolang (mengumpulkan tulang yang tercerai berai). Dalam keluarga kaya juga ada
motif ekonomi, agar harta tak jatuh ke 'oreng lowar' (orang bukan saudara)
40. Dalam Babad Sumenep, dikisahkan, Pangeran
Secadiningrat, Raja Sumenep kawin dengan sepupu ibunya, Dewi Sarini. dari
perkawinan inilah putri cantik berjuluk, Raden Ayu Potre Koneng (Putri Kuning)
di lahirkan.
41. Juga dikisahkan dalam Babad Sumenep: Raden Ayu
Potre Koneng hamil di luar nikah. Ini aib dan malu luar biasa di keluarga
Madura. Raja hendak menghukum mati sang putri, namun permaisuri dan para hamba
istana memohon untuk tidak dibunuh. Kemudian sang putri dibuang ke hutan, dan
lahirlah anak laki-laki yang tersohor di Madura: Jokotole.
42. Kyai adalah pemimpim informal dalam masyarakat
Madura. Orang yang di hormati, di agungkan setelah orang tua. kata-katanya
dianggap penuh makna, petuah dan nasihat. Semua masalah keluarga dan masyarakat
yang sulit dipecahkan diserahkan kepadanya untuk diselesaikan.
43. Bhindara adalah orang yang telah menamatkan
pendidikan pesantren. Baik kyai atau bhindara juga sama-sama menerima kunjungan
orang-orang (nyabis) baik dari lingkungan desa, kabupaten lain juga termasuk dari
luar pulau Madura.
44. Di Madura ada tiga pondok pesantren yang paling
disenangi: Pondok Pesantren Kyai Cholil Bangkalan, Pondok Pesantran Al-Amien
Parenduan, Sumenep dan Pondok Pesantren Luk Guluk. Sedangkan Pondok Pesantren
di Jawa yang disenangi adalah: Pondok Pesantren Gontor, Tebuireng dan Sukorejo.
45. Orang Madura cenderung masuk Nahdatul Ulama (NU),
Uniknya, anggota Muhammadiyah sering di anggap sebagai Muslim 'onggu' (muslim
sungguhan), kusumah (2003).
46. Dag-ondagga basa (tingkatan bahasa) ada lima,
diurutkan dari yang tertinggi: bahasa keraton, bahasa tinggi, bahasa halus,
bahasa menengah, dan bahasa kasar atau 'mapas'.
47. Bahasa bukan hanya masalah linguistik tetapi juga
masalah sosial, erat sekali kaitannya dengan status seseorang dalam
stratifikasi dan hirarki sosial, utamanya adalah umur. Kesalahan berbahasa bisa
juga berarti kesalahan sosial.
48. Sistem kekerabatan Madura bersifat patriarkal
yang dalam kehidupan rumah tangga tercermin dari posisi superordinasi suami
terhadap istri. Salah satu implikasinya, suami menggunakan bahasa 'mapas'
terhadap istri dan istri senantiasa 'abasa' (bahasa halus) kepada suami.
49. Adat menetap setelah perkawinan adalah matrilokal,
artinya keluarga pihak perempuan (istri) membangun rumah untuk calon
menantunya. Karena biasanya rumah yang disediakan itu masih kosong, maka
suamilah yang membawa perabotan seperti ranjang, bantal kasur, lemari dll. Adat
inilah yang melahirkan konsep 'taniyan lanjang' (konsep satuan-satuan rumah
memanjang dalam satu area).
50. Rumah Madura menghadap ke selatan, umumnya tidak
berpintu belakang. Dapur dan kandang sapi ada di depan rumah, sehingga mudah
mengawasi aktivitas yang terjadi disana.
51. Bapak mengerjakan tugastugas luar. Ibu dominan
mengurus rumah dan anakanak. Peran perempuan (ibu) Menjadi sangat penting, ia
juga tempat pulang saudaranya yang bercerai atau pulang dari rantau ketika
orang tua mereka sudah tidak ada. Sadar akan hal ini, perempuan Madura mendapat
perlindungan luar biasa dari suami dan sanak saudara.
52. Walaupun rasa hormat kepada suami adalah hal
keutamaan, istri dapat menentukan keputusan keluarga. Istri dapat mengatakan
'tidak' kepada apa yang dianggapnya kurang baik, atau setidaknya diam sebagai
aksi protes.
53. Istilah anak laki-laki adalah 'kacong',
'jhebbing' untuk anak perempuan. Anak pertama disebut ana' sareyang dan anak
terakhir disebut ana' bungso.
54. Kakek di sebut "kae", nenek
"nyae", saudara dari bapak ibu yang lebih tua, "oba'" yang
lebih muda disebut "anom", "bu' ni'", "pa' ni'"
dan keponakan disebut "panakan".
55. Umumnya anakanak menghormati/menganggap saudara
kandung bapak ibu seperti bapakibu sendiri dan anakanak lebih dekat ke kerabat
ibu daripada kerabat bapak.
56. Antara saudara saling membantu / saling menyumbang
pada acara selamatan, perkawinan, bangun rumah, kelahiran, dll. Dan jika ada
saudara yang tidak membantu, maka sangsi sosial dari keluarga biasanya: ia
tidak akan dibantu, ia tidak akan disapa. dll.
57. Majhadi' adalah saudara dari bapakibu, anakanak
seringkali lebih hormat daripada ke bapakibu sendiri karena jarang bertemu.
Bila bertemu di jalan atau di pasar atau dimana, anakanak menyapa terlebih
dahulu dan tak segan menawarkan bantuan, misalkan membawakan barang bawaannya.
58. Seorang kakek biasanya sangat cinta kepada 'kompoy'
(cucu). Karena cintanya seringkali kakek 'taloccor oca'' (berjanji yang kurang
baik) kepada cucu. Misalkan seorang cucu yang sakit-sakitan, terkena musibah
dll, mereka sampai mengatakan 'pokok ba' na baras, ta' pa-apa bangal da'
kasengko' (asal kamu sembuh, tidak apa-apa kamu berani sama aku).
59. Dalam menentukan perjodohan anak,
"babhateg" (watak) dan "sepat" (sifat) orang tuanya yang
menjadi patokan. Sebagian orang tua juga melakukan sholat istihoroh selama 3
hari berturut-turut antara jam 01-03 pagi yang dilanjutkan dengan berpuasa.
60. Orang Madura percaya bahwa ketika manusia lahir ia
tidak sendirian melainkan ia hadir bersama taretan pa' empa' (empat saudara
kembarnya). Mereka adalah totop (tutup ketuban), tontonan (tali pusar), areh
(plasenta), tamone (ari-ari).
61. Saudara gaib di sebelah kanan setiap manusia
adalah 'keramang', di wakili warna hijau, simbol watak kebaikan dan berasosiasi
dengan Malaikat Jibril dan Sahabat Abu Bakar.
62. Saudara gaib di sebelah kiri setiap manusia adalah
'katibing', di wakili warna hitam, simbol watak manusia tentang kegelapan dan
berasosiasi dengan Malaikat Mikail dan Sahabat Umar.
63. Di depan, Orang Madura punya saudara gaib bernama
'kapala', di wakili warna kuning yang menggambarkan watak manusia yang penuh
pertimbangan, keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip hidup. Ketika Islam
masuk dalam tradisi ini, saudara gaibnya yang di muka/di depan bernama Malaikat
Isroil atau Sahabat Utsman.
64. Di belakang, Orang Madura punya saudara gaib
bernama 'katubuh', atau 'katuba' di wakili warna merah yang menggambarkan nafsu
atau keinginan manusia. Ketika Islam masuk dalam tradisi ini, saudara gaibnya
yang berada di arah belakang bernama Malaikat Isrofil atau Sahabat Ali.
65. Dan di tengah, adalah ia sendiri, aba' an
dhibi', tanpa warna, yang digerakkan oleh 'hatinya hati' yang sebut dengan
'swarsi', ialah Allah SWT dan Nur Muhammad SAW.
66. Anak disapih (berhenti ASI), sekitar umur 2 tahun
dengan cara mengoleskan 'pahit-pahit' disekitar puting susu ibu, bisa juga
dengan menitipkan anak ke saudara dekat untuk beberapa waktu, atau dengan
"e sobu'" (memberi makanan/minuman yang sudah di doai).
67. Orang yang meninggal mendapatkan 'tahlil', doa
keselamatan kubur, selama 7 hari berturut-turut. Hari ke-3 dan ke-7 acara
dibuat lebih besar.
68. Kemudian, peringatan diadakan pada hari ke-40, ke-100,
setahun, dan hari ke-1000. Saudara dekat dan tetangga di undang di harihari itu
dengan maksud mendoakan almarhum/almarhumah.
69. Leluhur disebut juju', makamnya di sebut
buju'.
70. Gugut adalah mahluk sejenis manusia berkaki dua
tetapi berjalan seperti kuda, jahat dan larinya melesat cepat. Ia perwujudan
dari manusia yang bertapa ingin menjadi kaya. Anakanak kecil takut dengan mitos
ini.
71. Dalam menentukan harihari baik atau buruk, Madura
menggunakan gabungan antara hari dalam seminggu (minggu, senin, selasa, rabu,
kamis, jumat, sabtu) dan hari pasaran atau panca bara' (kalebun, manis, paeng,
pon, bagi).
72. Setiap harihari dalam tradisi Madura
mempunyai nilainilai spiritual dan berkorelasi dengan letak, warna dan wujud.
Kalebun, nilai 8, warna hijau, letak timur, wujud daun.
73. Hari pasaran Manis, nilai 5, warna putih, letak
timur, wujud perak.
74. Hari pasaran paeng, nilai 9, warna merah,
letak selatan, wujud tembaga. Pon, nilai 7, warna kuning, letak barat, wujud
emas. Sedangkan bagi, nilai 4, warna hitam, letak utara, wujud besi.
75. Bhetton (hari kelahiran) anak/orang, diperingati
dengan membuat sesaji. Damar kambang (lampu sumbu kecil), adalah simbol
penerangan dalam hidup. Nasi kerucut atau bundar, telur dan jarum, adalah
simbol dari badan, ruh, ketajaman berfikir dan kemampuan memecahkan masalah.
76. Walaupun Orang Madura memeluk Agama Islam,
pembagian harta warisan kebanyakan tetap menggunakan hukum adat, yaitu
meletakkan posisi perempuan sebagai orang penting dan utama. Anak perempuan
mendapat bagian lebih besar daripada anak lakilaki, terutama anak perempuan
pertama.
77. Garis Keturunan (keluarga) Orang madura biasanya
menganut 4 keatas, 4 ke bawah, 4 ke kanan 4 ke kiri. Di atas saya adalah bapak,
di atas bapak adalah kae, di atas kae adalah emba, diatas emba adalah juju'. Di
bawah saya adalah anak, di bawah anak adalah kompoy, di bawah kompoy adalah
peyo' dibawah peyo' adalah kreppe'. Yang ke samping saya, sa popo (satu) du
popo (dua) tello popo (tiga), pa' popo (empat). Mereka berkumpul dalam
acara-acara selamatan, perkawinan dll.
78. Sorop are atau compet are adalah saat pergantian
siang dengan malam, diyakini sebagai waktu keluarnya semua roh halus termasuk
roh-roh jahat. Anakanak tidak boleh keluar rumah terutama anakanak kecil yang
giginya belum pernah ganti.
79. Saudara kandung memiliki satu ari-ari, sebab
ari-ari yag ditanan/dikubur pada saat anak dilahirkan diyakini kembali ke rahim
sang ibu.
80. Sesaji tajin sanapora (bubur 5 warna) biasanya
dibuat untuk keselamatan diri, rumah, harta benda dll. Warnanya tetap mengacu
kepada taretan empa': hijau, hitam, kuning, merah dan putih.
[Tidak bernomor] Saudara gaibnya, hijau, hitam, kuning dan merah, benar-benar nyata. Ia hadir kasat mata dan indah. Dan saya, mungkin juga kita, tak habis pikir bagaimana sebuah kekayaan budaya seperti ini dipandang tak sampai seperempat mata bahkan oleh Generasi Madura sendiri - tak bisa mendatangkan kemakmuran ahli warisnya. Tari Topeng.
81. Rambut dan kuku bayi dipotong, diiringi dengan
diba' (pembacaan kitab al-barzanji) saat mencapai atau sebelum usia 40 hari.
Acara ini dikenal dengan molong are.
82. Untuk mengingatkan bahwa setiap manusia berasal
dari tanah dan akan kembali ke tanah, pada usia bayi 7 bulan, diadakan upacara
toron tana (turun tanah).
83. Tajhin (bubur) tiga warna, putih, hijau dan
hitam, juga air kopi dan dupa, diperlukan dalam upacara penggalian sumur.
Putih, melambangkan kesucian niat yang punya sumur, hijau melambangkan air
(Nabi Khidir, penguasa air), hitam penolak bala (celaka,sial), air kopi dan
dupa untuk roh nenek moyang penjaga tanah yang akan di gali.
84. Sebelum tanah digali, yang punya hajat mebaca doa dan membakar dupa. Urutan doanya: Membaca Surah Yasin, Surah Assyabab, Surah Syajadah, dilanjutkan permohonan pada Nabi Muhammad SAW, kepada Allah SWT, juga pada roh leluhur dan Nabi Khidir. Doa ini dimaksudkan mendapat air jernih dan keselamatan kepada yang menggali sumur dan pemiliknya. Sesendok air yang keluar pertama kali harus diminum oleh penggali sebagai tanda hormat dan rasa syukur kepada semua yang telah tersebut dalam doa.
85. Sedangkan dalam upacara pendirian rumah, doa
dimulai dengan membaca Surah Yasin dan Surah Taubat. Hari baik untuk mendirikan
rumah biasanya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Kyai.
86. Menjelang Maghrib, Kamis Sore (malam Jumat), pintu
rumah dibiarkan terbuka. Karena pada waktu ini, diyakini roh leluhur mereka
pulang (datang berkunjung).
87. Sapi adalah hewan peliharaan sekaligus kekayaan
penting di Madura. Kandangnya tidak pernah menghadap ke Barat, karena sapi akan
binal dan suka menanduk yang punya. Hari baik untuk mendirikan kandangnya
adalah Ahad Paeng dan Ahad Bhagi.
88. Di sebelah barat adalah langgar/surau. Rumah
menghadap keselatan, diawali dengan rumah orang tua, kemudian rumah anak
perempuan tertua, rumah anak perempuan kedua dan seterusnya. Kandang sapi dan
dapur menghadap ke rumah/ke utara. Komplek rumah seperti ini disebut tanean
lanjheng (halaman panjang) dan dikelilingi pagar hidup (tanaman).
89. Naas Nabi adalah tanggal-tanggal yang diyakini
sebagai hari kurang baik untuk melaksanakan selamatan, tasyakuran, mendirikan
rumah, kandang, tempat usaha dll. Pada tanggal-tanggal ini, Nabi Muhammad SAW
bersedih dalam perang-perang di Hijaz dulu. Tanggalnya adalah: 3, 5, 16, 24, 25
dalam penanggalan Jawa/Madura/Islam.
90. Jika kombinasi hari dan pasaran berjumlah 13, maka
hari itu di yakini juga sebagai hari naas kene' (sial/celaka kecil). Anda bisa
menghitung sendiri, hari apa itu, jika : ahad (5), sennen (4), selasa (3),
rebbu (7), kemmis (8), jumaat 6), satto (9) dan pon (7), baghi (4), klebun (8),
manes (5), paeng (9).
91. Umumnya anak laki tidak mendapatkan kamar di dalam
rumah. Anak laki tidur di teras (bagian depan rumah) atau di langgar. Inilah
yang menguatkan sifat 'luar' orang laki Madura. Orang laki Madura banyak
mengerjakan tugas luar dan melahirkan sifat 'merantau'.
92. Lagu "Pajjar laggu", lagu tradisional
populer di Madura, adalah ungkapan orang Madura untuk bersetia kepada konsep
berbangsa, bernegara. Dua baris terahir dari lagu itu: Atatamen ma banya’ hasel
bumina, Ma ma’mor nagara tor bangsana (menanamlah/perbanyaklah hasil bumi ini,
untuk kemakmuran bnegara dan bangsa).
93. "Oreng misken mate terro, oreng andi' mate
korang." Kearifan Madura yang patut untuk direnungkan. "orang miskin
mati dalam keadaan ingin. Orang kaya mati dalam keadaam kurang."
[Tidak bernomor] Saudara gaibnya, hijau, hitam, kuning dan merah, benar-benar nyata. Ia hadir kasat mata dan indah. Dan saya, mungkin juga kita, tak habis pikir bagaimana sebuah kekayaan budaya seperti ini dipandang tak sampai seperempat mata bahkan oleh Generasi Madura sendiri - tak bisa mendatangkan kemakmuran ahli warisnya. Tari Topeng.
[Tidak bernomor] Madura bukan omong kosong. Madura kaya
seni budaya. Seharusnya, generasi Madura berterima kasih atas limpahan warisan
tak ternilai dari setiap pendahulunya dengan menjaga, mengekplorasi lebih dalam
lagi untuk kemakmuran.
[Tidak bernomor] Ketika generasinya percaya bahwa
mereka diwarisi hal berharga, ketika generasinya percaya bahwa leluhurnya telah
bekerja keras untuk menyiapkan masa sekarang, ketika generasinya percaya bahwa
anak-anak sekarang dilahirkan dengan jerih payah yang bukan main, Batik Madura
menunggu outletnya dibelahan bumi manapun, di seluruh dunia ini.
[Tidak bernomor] Ketika generasinya bangga dengan
warisan leluhurnya, ketika generasinya menggali setiap potensi kekayaan
budayanya, ketika generasinya mengapresiasi kearifan lokalnya, ia mendatangkan
kesejahteraan, soto madura hadir menggairahkan.