catatan berikut adalah untuk rekan-rekan saya, sahabat-sahabat saya yang tidak seberuntung saya dapat mengajar di kelas-kelas super canggih dengan fasilitas, laptop, audio-vidio visual, powerpoint, flash, layar sentuh, interactive board, boardmarker, whiteboard, LAN (local area network), WIFI, unlimeted internet access, flat / LCD TV, air condition, lantai berkarpet, remote control dll, di setiap ruangnya (rintisan sekolah bertaraf international).
kalian mengajar dengan lesehan, membawa jatah dua batang kapur tulis, seringkali tanpa meja, cendela tanpa kaca, saya melihat dengan mata kepala sendiri. kelas kalian kalah canggih, tetapi kelas saya kalah spirit dengan kelas kalian. memang kelasmu tanpa powerpoint, tanpa laptop, tetapi kelas saya kalah humanis dengan kelasmu.
begitu yang ingin saya tulis untuk kalian, dan untuk saya sendiri.
tehnologi seringkali di artikan dengan peralatan baru dan canggih, komputer, LCD, dan wireless (tanpa kabel). seringkali guru terlena, sekolah seringkali hanya tertarik memikirkan hal-hal besar, melupakan hal-hal sederhana yang justru sangat diperlukan bagi warga sekolah (baca:siswa).
guru seringkali berfikir bahwa tehnologi itu adalah komputer canggih dan nirkabel, sopan santun dan moral selalu wilayah agama, kelas unggulan adalah kelas bertaraf internasional, pembelajaran menarik kalau pakai LCD, powerpoint, dll. melupakan bahwa selembar bungkus kosong bekas sampho shacet dapat menjadi media belajar yang dahsyat, media paling dekat dengan kehidupan siswa utuk belajar (murah seringkali gratis untuk mendapatkannya).
ada bahasa inggris disana, ada logo korporasi lengkap dengan 'tag line'nya, ada desain grafis, ada harga (nilai), ada poin-poin 'marketing', nomor telp layanan konsumen (free toll: saya pernah iseng nanya ke 2 siswa sma tentang ' what do you know about 'free toll?, jawabannya 'i dont know' tuh), ada barcode (what is it?), bahan (apaan nih: water, sodium, laureth, dodecylbensenesulfonate, sulfat, cocamydopropyl, betaine dll) ada kampanye lingkungan sehat (cara penanganan sampah), apa netto (ml/ukuran)?, ada cara penulisan alamat lengkap yang tepat dan benar dan banyak lagi di selembar bungkus kosong itu.
selanjutnya, adalah tugas guru menghubungkan semua informasi dan pengetahuan itu dengan kurikulum kemudian mengemas kegiatan kelas menjadi interaktif dan menarik. dengan demikian, siswa merasa belajar sesuatu yang berhubungan dengan hidupnya, siswa akan merasa bahwa belajar adalah sesuatu yang berarti untuk dirinya, untuk masa depannya.
itu baru dari satu lembar bekas sampho sachet. informatif dan tentu up to date.
(minggu lalu saya melihat kawan saya koreksi soal try out ujian nasional (mungkin bahasa inggris) di mejanya yang memakai jadwal dan tarif penerbangan 'sempati air', sebagai ilustrasi soal. entah karena guru itu tidak tahu atau malas bikin soal baru, yang nyata-nyata 'sempati air' itu sudah tidak beroperasi sejak 5 Juni 1998. (12 tahun yang lalu). perusahaan itu dinyatakan pailit alias bangkrut oleh pengadilan niaga jakarta pusat tanggal 5 Juli 1999).
semoga menginspirasi.